RECORDS MANAGEMENT (MANAJEMEN ARSIP DINAMIS)
Machmoed EffendhieDalam persektif hukum pengertian arsip sudah cukup jelas yakni naskah-naskah yang dibuat atau diterima oleh lembaga-lembaga negara dan badan pemerintahan, swasta, atau perorangan dalam bentuk dan corak apapun dalam rangka pelaksanaan kegiatan administrasi atau bukti transaksi atau penyelenggaraan kehidupan kebangsaan (UU No. 7 tahun 1971). Arsip adalah data, catatan, dan atau keterangan yang dibuat atau diterima oleh perusahaan dalam rangka pelaksanaan kegiatannya, baik tertulis di atas kertas atau sarana lain maupun terekam dalam bentuk corak apapun yang dapat dilihat, dibaca, atau didengar (UU No. 8, 1997).
Sementara itu, rumusan yang lebih umum mengenai pengertian arsip adalah "rekaman informasi, tanpa memandang media atau karakteristisknya, dibuat atau diterima organisasi yang digunakan untuk menunjang operasional" (Ricks, 1992: 3). Arsip akan lahir dengan sendirinya bila aktivitas-aktivitas dalam pelaksanaan fungsi instansi berjalan. Arsip tidak pernah diciptakan secara khusus tetapi ia merupakan hasil samping (by product) dari kegiatan organisasi atau instansi. Disini terlihat kaitan erat antara arsip dengan creating agency (instansi penciptanya) sebagai bukti dokumenter mengenai penyelesaian berbagai persoalan, bukti-bukti transaksi maupun perencanaan ke depan dari instansi yang bersangkutan. Oleh karena tiap-tiap instansi mempunyai kekhasan fungsi dan tugasnya maka Records Management yang diterapkan harus memperhatikan aspek fungsi dan substansi informasi yang terkandung dalam arsip. Atau dengan kata lain, records management sebagai suatu sistem harus menyesuaikan lingkup, struktur, dan volume kegiatan instansi atau organisasi. Records management dalam instansi yang bergerak dalam bidang manufaktur, misalnya, tentu berbeda dengan institusi yang bergerak dalam bidang jasa, niaga, atau yang lainnya.
Suatu instansi atau organisasi, baik itu organisasi pemerintah maupun swasta akan menghadapi beban dalam pengendalian produk samping (by product) kegiatan organisasi yaitu berupa arsip. Beberapa organisasi lain tampaknya masih belum mampu mengantisipasi banjir kertas atau flood of paper. Indikasi tersebut dapat dilihat pada berbagai ruangan kantor yang penuh dengan tumpukan arsip, arsip sulit ditemukan kembali apabila diperlukan segera, tersitanya ruang kerja dan ruang perlengkapan karena dipergunakan untuk menyimpan arsip. Pada kenyataannya tidak semua arsip yang disimpan tersebut masih bernilai guna primer (administrative, legal, fiscal value) maupun sekunder (informational dan evidential value).
Berkaitan erat dengan permasalahan di atas, kalaupun dalam suatu instansi terlihat bahwa dalam penataan fisik arsip sudah tampak rapi namun hal tersebut tidak akan bertahan lama bila sebuah model pengelolaan arsip belum diterapkan secara sempurna dan konsisten. Hal itu karena volume arsip dari hari ke hari senantiasa terus bertambah. Bila sebuah model pengelolaan arsip belum diterapkan, tidak mustahil aliran arsip selanjutnya akan menjadi tidak jelas dan tidak terkendali. Akibat yang paling fatal dari keadaan itu adalah kemungkinan hilangnya arsip yang dikategorikan bernilai tinggi bagi organisasi tersebut atau bahkan bernilai tinggi sebagai warisan budaya secara nasional (national heritage).
Persoalan tersebut seharusnya tidak terjadi apabila instansi mampu mengelola arsip dinamis (aktif dan inaktif) secara benar menurut kaidah manajemen kearsipan. Manajemen kearsipan (records management) pada tahap proses didefinisikan sebagai suatu kegiatan pengelolaan seluruh daur hidup arsip (life cycle of records) dari proses penciptaan (creation), penggunaan (use), pemeliharaan (maintenance) sampai dengan arsip tersebut disusutkan (disposition) (Rick, 1993). Sementara itu, arsip statis (arsip yang bernilai guna sekunder) memerlukan pengelolaan tersendiri dalam bingkai archives management atau archives administration. Dalam archives management tercakup beberapa kegiatan yaitu acquisition, description, preventive (conservation), restorative/curative conservation, information services, dan sources publication. Sementara itu, di negara-negara di Asia Tenggara dan Australia telah menerapkan satu model pengelolaan arsip baik itu arsip dinamis maupun arsip statis yang disebut Records Continuum Model.
A. ARSIP, KARYA CETAK, DAN MEDIA REKAM
Arsip selalu terkait erat dengan organisasi penciptanya (creating agency) dan informasi yang terekam tersebut merupakan hasil samping (by-product) dari kegiatan transaksi atau kegiatan operasional organisasi. Untuk membedakan antara arsip dengan informasi yang terekam lainnya seperti bahan pustaka, majalah, koran dan lain-lainnya, atau yang sering disebut sebagai karya cetak atau karya rekam, informasi yang terekam dalam media apapun baru dapat disebut arsip bila memenuhi tiga syarat yaitu isi yang terkandung (content), struktur informasi (structure), dan keterkaitan informasi dengan lembaga penciptanya (context). Dengan kata lain, arsip harus merupakan bukti (evidence) dari suatu kejadian atau kegiatan dan berisi data yang mempunyai arti secara sosial (Djoko Utomo, 2001: 4).
Dengan begitu terdapat perbedaan tegas antara "information products" dengan "information by-products" (arsip). Dilihat dari asal-usulnya, "information products" sengaja ditulis atau direkam terutama mengenai bermacam-macam persoalan pokok, termasuk karya-karya imajinasi (fiksi), karya-karya hasil pemikiran/ilmiah, karya-karya artistik dan seni, dan karya-karya lainnya yang sejenis. Adapun "information by-products" diciptakan maupun dikumpulkan untuk kegiatan transaksi, administrasi, dan kegiatan lainnya yang berkaitan dengan aktivitas sosial dan organisasional. Bila dilihat dari aspek tujuannya, "information products" sengaja dirancang untuk didesiminasikan atau dipublikasikan baik itu berupa knowledge, ide, perasaan, opini, entertainment, dan lainnya. Adapun "information by-products" tujuannya untuk memfasilitasi kegiatan organisasi, sebagai bukti aktivitas dan peristiwa yang berkaitan dengan organisasi. Dilihat dari keterkaitannya, "information products" terkait dengan penulisnya, subjeks, penerbit, distributor, dan produsernya. Sementara "information by-products" terkait dengan konteks penciptanya, aktivitas, dan keterkaitan antararsip. Dilihat dari media atau formatnya, tergantung dari penguasaan perorangan atau organisasi penciptanya terhadap perkembangan teknologi informasi dan komunikasi (McKemmish, 1993: 7)
Media rekam informasi atau arsip dapat dikelompokkan kedalam tiga kelompok, yaitu:
(1) Media rekam kertas. Banyak sebutan untuk media rekam kertas seperti "arsip kertas", "arsip konvensional", "arsip tekstual", "hard-copy", "human readable" atau "paper based records".
(2) Arsip audio visual (audio-visual base records). Termasuk dalam kelompok ini adalah arsip gambar statik (still images), arsip citra bergerak (moving images), dan arsip rekaman suara (sound records).
(3) Arsip komputer atau elektronik (computer/electronic base records). Termasuk dalam kelompok ini adalah data-data yang tersimpan dalam floppy disk, optik, hardisk, dan compact disk.
David Roberts menyebut media rekam informasi nonkertas dengan istilah "Records in Special formats" yang terdiri dari arsip foto (photographs), Arsip Citra bergerak (cine film, videotape, optical digital video disk), Sound recordings (photographic recording, magnetic tape recording, dan optical digital recording), arsip peta dan arsip arsitektural, gambar (drawings), ephemara (poster, leaflet, kartu ucapan selamat, kartu pos, dan tiket), object, art works, publikasi, dan electronic records (Roberts, 1993: 385). Dari ketiga media rekam tersebut, atau dari dua kategori arsip kertas dan nonkertas tersebut, media rekam kertas (paper base records) merupakan media yang paling tinggi penggunaannya baik frekwensi maupun jumlahnya.
Di Indonesia, pengertian "records" dan "archives" dapat ditelusuri dalam Undang-Undang No. 7 tahun 1971 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kearsipan. Perbedaan keduanya terletak pada aspek fungsi penggunaan arsip tersebut. Records adalah arsip dinamis yang masih digunakan secara langsung dalam perencanaan, pelaksanaan, penyelenggaraan kehidupan kebangsaan dan pemerintahan atau dipergunakan secara langsung untuk operasional organisasi pencipta arsip. Arsip Dinamis ini dalam aspek kepentingan penggunaannya juga dibedakan lagi menjadi dua, yakni arsip dinamis aktif (active records/current records) dan arsip dinamis inaktif (inactive records). Arsip dinamis aktif merupakan arsip yang secara langsung dan terus menerus dibutuhkan dan digunakan dalam penyelenggaraan administrasi dan keberadaan arsip ini di unit pengolah masing-masing unit kerja atau Central Files masing-masing organisasi. Adapun arsip dinamis inaktif merupakan arsip yang frekwensi penggunaannya untuk kegiatan administrasi mulai menurun dan arsip ini dikelola dalam satu unit tersendiri yang disebut Records Centre (Pusat Arsip).
Sementara itu, archives atau arsip statis adalah arsip yang sudah tidak digunakan secara langsung dalam kegiatan operasional organisasi penciptanya tetapi masih mempunyai nilai guna sekunder atau permanen (informational dan evidential value). Pengelolaan arsip statis tidak lagi berada di instansi penciptanya, tetapi dikelola oleh lembaga tersendiri ( Arsip Nasional RI, Badan atau Kantor)
B. RECORDS MANAGEMENT
Membicarakan arsip sebagai sumber informasi (baik itu untuk kepentingan pengambilan keputusan, pembuktian, fiskal, layanan publik, dll) sesungguhnya membicarakan informasi yang mengendap pada suatu media baik kertas maupun non-kertas yang belum atau tidak dipublikasikan (unpublished recorded information) dan sekaligus membicarakan records management .
Pengelolaan Kearasipan Dinamis yang baik selalu ditandai dengan pengaturan informasinya yang dapat digunakan secara langsung untuk penyelesaian administrasi (proses pengambilan keputusan merupakan bagian dari penyelesaian administrasi). Manajemen kearsipan merupakan sebuah sistem yang mencakup keseluruhan aktivitas dari daur hidup arsip (life cycle of a records). Daur hidup arsip meliputi penciptaan (creasion and receipt), pengurusan (distribution), penggunaan (use), pemeliharaan (maintenance), dan penentuan nasib akhir atau penyusutan (disposition) (Riks at al., 2992: 14). Masing-masing tahapan tersebut merupakan sub-sistem tersendiri yang saling berkaitan secara fungsional. Apabila salah satu sub-sistem tersebut tidak berjalan maka akan mengganggu keseluruhan proses sistem Manajemen Kearsipan.
Setidak tidaknya terdapat empat alasan pokok mengapa Manajemen Kearsipan sangat diperlukan, yakni pertama, sebagai pusat ingatan kolektif instansi (corporate memory), kedua sebagai penyedia data atau informasi bagi pengambilan keputusan (decisions making), ketiga sebagai bahan pendukung proses pengadilan (litigation support), dan keempat penyusutan berkas kerja (Sauki, 1999: 6).
Dalam sistem manajemen Kearsipan harus mengandung tiga komponen pokok yakni inputs, processes, dan outputs. Komponen input dalam sistem Manajemen Kearsipan merupakan faktor yang sangat penting dalam menggerakan proses untuk mencapai tujuan organisasi. Komponen input dapat terdiri dari informasi (yang terekam dalam media kertas, elektronik atau audio-visual), sarana dan prasarana (termasuk alat-alat kearsipan dan petunjuk manual untuk sistem kearsipan yang diterapkan), dana, dan SDM. Adapun proses mencakup pengelolaan informasi yang terkandung dalam arsip mulai dari penciptaan, pengurusan, penggunaan, pemeliharaan, dan penyusutan. Dari sebuah proses manajemen kearsipan akhirnya akan tercipta komponen output yakni informasi yang siap digunakan untuk fungsi primer (penunjang aktivitas instansi)
Informasi sebagai input dapat berupa arsip kertas dan non-kertas. tau dalam bahasa teknis-hukum: informasi yang terekam dalam bentuk corak apapun baik dalam keadaan tunggal atau berkelompok dalam angka pelaksanaan kegiatan pemerintahan dan kehidupan kebangsaan. Equipment dan Supplies dapat berupa perangkat keras dan perangkat lunak sedangkan money sebagai sumber pendanaan yang diperlukan untuk perencanaan, pelaksanaan dan operasional, serta kontrol. Sementara itu people adalah SDM yang dibutuhkan untuk mendukung sistem Manajemen Kearsipan adalah betul-betul yang profesional. Komponen-komponen tersebut merupakan kesatuan sub-sistem sebagai komponen dasar dalam sistem manajemen kearsipan. Apabila salah satu komponen dalam sub-sistem tersebut tidak berjalan maka akan mengacaukan sub-sistem yang lain. Atau dalam konteks ini proses manajemen kearsipan akan mengalami hambatan-hambatan.
Komponen proses adalah keseluruhan total sistem dari fungsi-fungsi manajemen kearsipan yakni records creation/receipt, distribution, use, maintenance, dan disposition.
Records Management merupakan sebuah sistem yang mencakup keseluruhan aktivitas dari daur hidup arsip (life cycle of a records). Daur hidup arsip meliputi creation and receipt (correspondence, forms, reports, drawings, copies, microform, computer input/output), Distribution (internal dan external), Use (decision making, documentation, response, reference, legal requirements), maintenance (file, retrieve, transfer), disposition (inactive storage, archive, discard, destroy) (Ricks at al., 1992: 14). Setidak-tidaknya terdapat empat alasan pokok mengapa Records Management (Manajemen Arsip Dinamis) sangat diperlukan yakni pertama sebagai pusat ingatan kolektif instansi (corporate memory), kedua sebagai penyedia data atau informasi bagi pengambilan keputusan (decisions making), ketiga sebagai bahan pendukung proses pengadilan (litigation support), dan keempat penyusutan berkas kerja (Sauki, 1999: 6).
C. ARCHIVES MANAGEMENT DAN WAJAH ARSIPARIS INDONESIA
Aspek layanan publik (terkait dengan nilai guna sekunder sebagai bukti pertanggungjawaban nasional dan pelestarian budaya bangsa: informational dan evidential) termasuk bagian dari manajemen arsip statis (Archives Management). Proses manajemen arsip statis yang menjadi kewenangan lembaga kearsipan di tingkat daerah (propinsi dan kabupaten/kota), setidak-tidaknya mencakup aktivitas sebagai berikut: Acquisition and records appraisal --> description [ISAD(G) dan ISAAR (CPF)] --> Preventive and Conservation --> Restorative atau curative conservation --> Information services --> sources publication.
Membicarakan arsip sebagai sumber informasi (baik itu untuk kepentingan pengambilan keputusan, pembuktian, fiskal, layanan publik, dll) sesungguhnya membicarakan informasi yang mengendap pada suatu media baik kertas maupun non-kertas yang belum atau tidak dipublikasikan (unpublished recorded information) dan sekaligus membicarakan records management .
Pengelolaan Kearasipan Dinamis yang baik selalu ditandai dengan pengaturan informasinya yang dapat digunakan secara langsung untuk penyelesaian administrasi (proses pengambilan keputusan merupakan bagian dari penyelesaian administrasi). Manajemen kearsipan merupakan sebuah sistem yang mencakup keseluruhan aktivitas dari daur hidup arsip (life cycle of a records). Daur hidup arsip meliputi penciptaan (creasion and receipt), pengurusan (distribution), penggunaan (use), pemeliharaan (maintenance), dan penentuan nasib akhir atau penyusutan (disposition) (Riks at al., 2992: 14). Masing-masing tahapan tersebut merupakan sub-sistem tersendiri yang saling berkaitan secara fungsional. Apabila salah satu sub-sistem tersebut tidak berjalan maka akan mengganggu keseluruhan proses sistem Manajemen Kearsipan.
Setidak tidaknya terdapat empat alasan pokok mengapa Manajemen Kearsipan sangat diperlukan, yakni pertama, sebagai pusat ingatan kolektif instansi (corporate memory), kedua sebagai penyedia data atau informasi bagi pengambilan keputusan (decisions making), ketiga sebagai bahan pendukung proses pengadilan (litigation support), dan keempat penyusutan berkas kerja (Sauki, 1999: 6).

Informasi sebagai input dapat berupa arsip kertas dan non-kertas. tau dalam bahasa teknis-hukum: informasi yang terekam dalam bentuk corak apapun baik dalam keadaan tunggal atau berkelompok dalam angka pelaksanaan kegiatan pemerintahan dan kehidupan kebangsaan. Equipment dan Supplies dapat berupa perangkat keras dan perangkat lunak sedangkan money sebagai sumber pendanaan yang diperlukan untuk perencanaan, pelaksanaan dan operasional, serta kontrol. Sementara itu people adalah SDM yang dibutuhkan untuk mendukung sistem Manajemen Kearsipan adalah betul-betul yang profesional. Komponen-komponen tersebut merupakan kesatuan sub-sistem sebagai komponen dasar dalam sistem manajemen kearsipan. Apabila salah satu komponen dalam sub-sistem tersebut tidak berjalan maka akan mengacaukan sub-sistem yang lain. Atau dalam konteks ini proses manajemen kearsipan akan mengalami hambatan-hambatan.
Komponen proses adalah keseluruhan total sistem dari fungsi-fungsi manajemen kearsipan yakni records creation/receipt, distribution, use, maintenance, dan disposition.
Records Management merupakan sebuah sistem yang mencakup keseluruhan aktivitas dari daur hidup arsip (life cycle of a records). Daur hidup arsip meliputi creation and receipt (correspondence, forms, reports, drawings, copies, microform, computer input/output), Distribution (internal dan external), Use (decision making, documentation, response, reference, legal requirements), maintenance (file, retrieve, transfer), disposition (inactive storage, archive, discard, destroy) (Ricks at al., 1992: 14). Setidak-tidaknya terdapat empat alasan pokok mengapa Records Management (Manajemen Arsip Dinamis) sangat diperlukan yakni pertama sebagai pusat ingatan kolektif instansi (corporate memory), kedua sebagai penyedia data atau informasi bagi pengambilan keputusan (decisions making), ketiga sebagai bahan pendukung proses pengadilan (litigation support), dan keempat penyusutan berkas kerja (Sauki, 1999: 6).
C. ARCHIVES MANAGEMENT DAN WAJAH ARSIPARIS INDONESIA
Aspek layanan publik (terkait dengan nilai guna sekunder sebagai bukti pertanggungjawaban nasional dan pelestarian budaya bangsa: informational dan evidential) termasuk bagian dari manajemen arsip statis (Archives Management). Proses manajemen arsip statis yang menjadi kewenangan lembaga kearsipan di tingkat daerah (propinsi dan kabupaten/kota), setidak-tidaknya mencakup aktivitas sebagai berikut: Acquisition and records appraisal --> description [ISAD(G) dan ISAAR (CPF)] --> Preventive and Conservation --> Restorative atau curative conservation --> Information services --> sources publication.

Lembaga-lembaga pendidikan kearsipan di luar negeri sudah lama mengadopsi kurikulum yang dikeluarkan UNESCO yang membedakan dengan jelas antara records management dan administration of modern archives (General Information Programme and UNISIST-UNESCO, 1992). Dari lembaga-lembaga pendidikan tersebut selain melahirkan generalis (misalnya record maneger dan archivist) juga melahirkan spesialis (misalnya ahli bussines records, banking records, medical records, electronc records, ahli konservasi, ahli preservasi, dll). Arsiparis Indonesia, dalam kenyataannya, secara formal mengacu pada pegawai negeri sipil yang diberi tugas, tanggung jawab, wewenang, dan hak secara penuh oleh pejabat yang berwenang untuk melakukan kegiatan kearsipan pada instansi pemerintah (Kepmenpan No. 36, 1990). Dalam Kepmenpan tersebut juga dirinci lagi fungsi dan tugasnya secara berjenjang. Asisten : mampu antara lain mengolah arsip dan atau informasi untuk mendukung kegiatan operasional organisasi. Ajun dibedakan antara jalur ketrampilan dan keahlian. Untuk ketrampilan diharapkan mampu mengolah arsip dan atau informasi, melakukan penataan dan pelestarian arsip. Untuk jalur keahlian: mampu mengelola arsip dan atau informasi, melakukan pengaturan, penggunaan, pengkajian, dan pengembangan sistem kearsipan dengan berbagai aspeknya. Untuk jenjang arsiparis mampu melakukan kegiatan strategis di bidang kearsipan melalui pembinaan, pengkajian dan pengembangan teori dan konsep baru. Dengan begitu, Arsiparis mempunyai dua fungsi yakni harus dapat memberikan sumbangan nyata untuk peningkatan efisiensi operasional instansi (Manajemen arsip dinamis) dan mampu melaksanakan manajemen arsip statis dengan sasaran utama pelestarian bukti pertanggungan jawab nasional dan pewarisan nilai budaya bangsa secara efisien.
DAFTAR PUSTAKA
Djoko Utomo, "Implementasi Manajemen Arsip Statis sebagai upaya Pelestarian Memori Kolektif dan jati diri Bangsa", Makalah seminar tanggal 16 April 2001 di Lombok, NTB.
Judith Ellis (ed), Keeping Archives. Port Melbourne: D.W. Thorpe, 1993.
Kennedy, Jay & Cherryl Schauder, Records Management: A Guide to Corporate Record Keeping. South Melbourne: Longman, 1998.
Keputusan Menpan Nomor 36 tahun 1990 tentang Angka Kredit bagi Jabatan Arsiparis.
Peraturan Pemerintah nomor 34 tahun 1979 tentang Penyusutan Arsip.
Ricks, Betty R. (et al)., Information and Image Management: A Records System Approach. Ohio: South Western Publishing, 1992.
Sauki Hadiwardoyo, "Manajemen Kearsipan: Sebuah Pengantar" dalam Jurnal Diploma Fakultas Sastra Universitas Gadjah Mada, Edisi khusus No. 2, 1999, hlm. 2-13.
Undang-Undang Nomor 7 tahun 1971 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kearsipan.
Undang-Undang nomor 8 tahun 1997 tentang Dokumen Perusahaan.
Wallace, Patricia E. (et al), Records Management: Integrated Information Systems. New-Jersey: Prentice Hall, 1992.